Rabu, 26 September 2012

Jong Java (Perubahan Arah Jong Java dari Non Politik ke Politik Persatuan Indonesia, Tahun 1918-1930)


Jong Java
(Perubahan Arah Jong Java dari Non Politik ke Politik Persatuan Indonesia, Tahun 1918-1930)

ARTIKEL



Oleh :
Dwi Indrawati
NIM. 084284034
                                                                                       

                                 UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
2012

Jong Java (Perubahan Arah Jong Java dari Non Politik ke Politik Persatuan Indonesia, Tahun 1918-1930)

ABSTRAK

DWI INDRAWATI

Sejak tahun 1908-1925 di Indonesia bermunculan organisasi modern dikalangan elite pelajar seperti Budi Utomo yang pada masanya menjadi organisasi modern pertama, dengan munculnya Budi Utomo menjadi contoh di kalangan pelajar muda untuk mendirikan organisasi kepemudaan. Karena Budi Utomo merupakan organisasi golongan tua, sehingga para pemuda juga bergegas perlu adanya organisasi bagi para pemuda. Organisasi kepemudaan seperti Jong Java (Tri Koro Dharmo) merupakan salah satu organisasi yang masih bersifat kedaerahan. Jong Java memiliki peran dan pengaruh yang besar terhadap penyatuan pemuda. Pada awal berdirinya tahun 1915, organisasi ini bergerak di bidang sosial,pendidikkan, budaya dan olah raga, namun seiring dengan perkembangan semangat nasionalisme untuk lepas dari pengaruh Belanda, Jong Java mulai terpengaruh dengan aktifitas politik untuk memperoleh kemerdekaan, karena untuk memperoleh kemerdekaan perlu ikut serta dalam aktifitas politik. Pada tahun 1925, Jong Java mulai terpengaruh dengan aktifitas politik yang menjadi awal perubahan arah Jong Java dari non politik ke politik persatuan Indonesia. Perubahan arah tersebut menjadi hal yang menarik untuk diteliti, karena perubahan arah yang dilakukan Jong Java belum ada yang mengulas secara detail. Dari latar belakang di atas muncul dua rumusan masalah: pertama mengapa Jong Java melakukan perubahan dari non politik ke politik persatuan Indonesia, kedua Bagaimana aktivitas politik Jong Java dalam upaya menuju penyatuan organisasi-organisasi kepemudaan Indonesia.
Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang diawali dengan tahap heuristik, dalam tahap ini  melakukan pengumpulan sumber atau data berupa koran sejaman dan buku yang terkait, kemudian data tersebut diuji kevaliditasannya dengan kritik intern yaitu pengujian dari isi data dan mengubah data menjadi fakta, kemudian fakta-fakta yang terkumpul diinterpretasikan dengan kronologis antara fakta yang satu dengan yang lain, dan ditahap historiografi dihasilkan sebuah laporan dari hasil penelitian sejarah tentang “ Jong Java (Perubahan arah Jong Java dari non politik menjadi politik Persatuan Indonesia Tahun 1918-1930)”.
            Dari hasil penelitian yang  telah di lakukan penulis, maka ditemukan beberapa poin yang dapat dijadikan jawaban atas rumusan masalah diatas. Jong Java merupakan organisasi non politik dan masih bersifat kedaerahan, dan tujuan  awalnya untuk menyatukan Jawa Raya saja. Perubahan ke arah politik untuk menciptakan persatuan diantara bangsa Indonesia, dan tujuannya berubah menjadi persatuan Indonesia Raya yang menjadi langkah awal untuk melawan pemerintahan Belanda.  Jong Java melakukan perubahan ke arah politik karena adanya pengaruh dari Persatuan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) yang mempunyai pandangan dibentuknya fusi dari berbagai organisasi yang masih bersifat kedaerahan dan bersatu untuk mencapai kemerdekaan. Jong Java sebagai organisasi besar dan berpengaruh dalam kesadaran nasional khususnya di kalangan pemuda, keikutsertaan Jong Java dalam kongres pemuda mendorongnya untuk ikut dalam aktifitas politik dan ikut berfusi menjadi hasil dari perjuangannya untuk mencapai persatuan Indonesia.

Kata kunci: Jong Java, politik, persatuan Indonesia


Pendahuluan

Studi sejarah yang membahas masalah pergerakan nasional memang banyak yang mengulas, terutama masalah Budi Utomo yang menjadi organisasi modern pertama. Kelahirannya pada 20 Mei 1908 yang dikenal dengan kebangkitan nasional menjadikan organisasi ini sebagai pelopor organisasi modern, namun tidak banyak yang mengulas organisasi pemuda yang terinspirasi dari organisasi modern tersebut untuk dijadikan bahan penelitian sejarah. Ulasan tentang organisasi pemuda hanya sebagai pelengkap dari perkembangan kebangkitan nasional, sehingga perlu adanya keterangan yang lebih lanjut untuk mengungkap pengaruh organisasi kepemudaan yang juga berpengaruh dalam perkembangan kesadaran atau kebangkitan nasional. Organisasi yang mereka bentuk di harapkan dapat berfungsi sebagai penengah solidaritas sosial, penyalur cita-cita dan pemupuk cita-cita mereka.
Membahas masalah organisasi kepemudaan terutama pada tahun 1915-1926 tidak lepas dari Tri Koro Dharmo, karena organisasi ini merupakan organisasi kepemudaan pertama yang lahir. Atas prakarsa Dr.R. Satiman Wirjosandjojo , Kadarman, Sunardi dan beberapa pemuda lainnya bermufakat untuk mendirikan suatu perkumpulan pemuda yang beranggotakan pelajar-pelajar sekolah menengah yang berasal dari Jawa dan Madura yang sedang mengenyam pendidikan di Jakarta. Pada tanggal 7 Maret 1915 perkumpulan tersebut diberi nama Tri Koro Dharmo yang mempunyai tujuan ingin mencapai Jawa Raya dengan jalan memperkokoh rasa persatuan antara pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali, dan Lombok.
Tri Koro Dharmo ini menjadi penggerak organisasi kepemudaan yang mendorong para pemuda daerah lainnya seperti Sumatra, Ambon dan lain-lain untuk mendirikan organisasi kepemudaan yang juga didasarkan atas sifat kedaerahan. Munculnya Jong Sumatranen bond, Jong Ambon, Jong Celebes dan lain-lain, organisasi-organisasi tersebut lahir untuk menciptakan solidaritas atau persatuan di antara para pelajar dari setiap daerah masing-masing, selain itu mereka juga ingin menunjukkan identitas daerahnya melalui pelestarian budaya dari setiap daerah. Rasa persatuan memang sudah ada, namun masih bersifat kedaerahan, dalam perkembangan organisasi-organisasi kedaerahan tersebut menyadari perlunya rasa persatuan Indonesia.
Berkembangnya organisasi kepemudaan, mendorong untuk melakukan penelitian terhadap organisasi kepemudaan lebih lanjut. Disini penulis berminat melakukan penelitian  terhadap Jong Java, karena organisasi ini merupakan organisasi kepemudaan pertama yang mempunyai pengaruh besar terhadap persatuan organisasi-organisasi kepemudaan Indonesia, selain itu masalah pergantian nama dari Tri Koro Dharmo menjadi Jong Java pada tahun 1918 dan perubahan orientasi Jong Java dari non politik ke politik persatuan Indonesia yang mulai menjadi polemik dalam tubuh Jong Java pada tahun 1925, karena aktifitas politik sekitar tahun 1918-1930 belum menjadi  hal yang umum dilakukan organisasi kepemudaan, sehingga hal tersebut menarik untuk diteliti lebih lanjut untuk mengungkap fakta yang sebenarnya. Alasan lain  yang mendorong penulis untuk meneliti Jong Java dikarenakan organisasi ini dalam perkembangannya mempunyai semangat untuk mewujudkan persatuan Indonesia yang dimulai dengan keikutsertaannya dalam kongres kepemudaan dan berusaha mewujudkan cita-cita dan tujuannya sampai melakukan fusi dengan organisasi kepemudaan lainnya untuk memperoleh kemerdekaan.

Tri Koro Dharmo dan Organisasi Pemuda Kedaerahan Tahun 1915-1925
Pemuda menjadi salah satu penggerak dalam mewujudkan tujuan, dalam mewujudkan tujuan tersebut dapat dijadikan dalam satu wadah yaitu sebuah organisasi. Dengan adanya organisasi dapat menyatukan pemikiran maupun ideologi dari setiap individu agar dapat mewujudkan cita-cita yang di inginkan, dengan berorganisasi juga dapat dijadikan pembelajaran bahwasanya hidup dalam kebersamaan lebih mudah dalam mewujudkan suatu tujuan. Pada mulanya bentuk organisasi-organisasi pemuda tersebut berdasarkan kesukuan atau kedaerahan, yang mengutamakan ikatan antara sesama pelajar sedaerah serta membangkitkan perhatian terhadap kebudayaan daerah masing-masing.
Perkumpulan pemuda mengikuti jejak organisasi politik yang bertujuan kemerdekaan Indonesia, para pemuda dengan semangatnya yang tinggi tidak ragu lagi memperjuangkan nasib bangsanya dalam mencapai kemerdekaan. Munculnya organisasi kepemudaan tersebut masih dalam pengawasan pihak kolonial, hal tersebut dilakukan oleh pemerintah Kolonial untuk memastikan bahwa organisasi-organisasi tersebut tidak melakukan perlawanan dan pemberontakan terhadap pemerintah Kolonial. Jika suatu organisasi masih aman dan tidak membahayakan maka masih diizinkan keberadaannya, namun jika organsasi tersebut dirasa membahayakan maka wajib dibubarkan.
Muda dan terpelajar menjadi bobot tersendiri dalam lahirnya organisasi pemuda, muda saja tidak cukup untuk mewujudkan suatu tujuan yang nyata. Karena setiap pemuda mempunyai caranya sendiri untuk menentukan tujuan hidupnya, dengan dibekali pelajaran dan mengenyam pendidikan yang tinggi menjadi nilai plus untuk menjadi  pemuda yang mempunyai bobot yang lebih.
Di Hindia-Belanda memang tidak banyak kaum pemuda yang bisa melanjutkan pendidikannya sampai tingkat tinggi, kebanyakan yang dapat melanjutkan pendidikan tingkat lanjut hanya mereka yang tergolong kaum priyai, kaum priyayai ini adalah mereka yang menjadi administratur, pegawai pemerintah dan masyarakat yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dari masyarakat pada umumnya. Muda dan terpelajar bukanlah menjadi syarat utama untuk mendapatkan pengakuan sosial, namun bagaimana mereka mengaplikasikannya dalam lingkungan sosial.
Organisasi pemuda yang berdiri pertama kali di kalangan pelajar pada masa itu bermula di kota-kota besar  seperti di Jakarta. Mereka menuntut ilmu dan disanalah mereka bertemu dengan pelajar-pelajar lain yang berbeda daerah maupun budayanya. Dengan adanya perbedaan inilah mendorong mereka untuk membentuk suatu solidaritas menurut daerah mereka masing-masing, maka terbentuklah suatau perkumpulan pemuda yang menjunjung tinggi kebudayaan dari masing-masing daerah.
Tri Koro Dharmo Menjadi Jong Java
Suatu organisasi yang beranggotakan para pemuda terpelajar dan mempunyai pendapat yang beragam, memerlukan waktu untuk menyatukannya dan mendapatkan pemikiran yang sejalan agar tidak terjadi perselisihan. Seperti Tri Koro Dharmo, yang beranggotakan para pemuda dari pulau Jawa, Madura, Sunda, Bali dan Lombok. Memiliki pendapat yang berbeda diantara anggotanya, seperti dalam hal kebudayaan.
Tri Koro Dharmo sebagai organisasi pemuda pertama, sejak kelahirannya pada tahun 1915. Organisasi ini tidak luput dari masalah intern, yaitu masalah bagaimana menyelaraskan agar organisasi ini tidak bersifat Jawa sentris, karena dilihat dari namanya saja “Tri Koro Dharmo” (Tiga Tujuan Mulia) yang berarti Sakti, Budi, dan Bakti, sehingga tidak mengherankan jika para pemuda dari Sunda dan Bali enggan untuk bergabung dengan Tri Koro Dharmo. Menurut Satiman Wirjosandjojo organisasi ini hanya bersifat sementara dan dengan berjalannya organisasi ini akan dijadikan perkumpulan pemuda seluruh Hindia-Belanda, oleh karena itu bisa menjadi suatu organisasi yang bersifat nasional.
Pada dasarnya Tri Koro Dharmo merupakan organisasi pemuda yang mempunyai tujuan menjalin pertalian antara pelajar-pelajar Jawa sekolah menengah dan kursus keguruan, menambah  pengetahuan umum bagi anggota-anggotanya, serta membangkitkan dan mempertajam perasaan untuk segala bahasa dan kebudayaan “Hindia”. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa organisasi Tri Koro Dharmo yang beranggotakan para pelajar dari Jawa, Madura, Bali dan Lombok, namun pada kenyataannya anggota dari Tri Koro Dharmo yang sebagian besar adalah murid-murid sekolah menengah yang berasal dari Jawa Timur dan Jawa Tengah lebih menonjol karena sifat Jawa sentrisnya. Oleh karena itu pada kongresnya yang diadakan di Solo pada 12 Juni 1918 nama Tri Koro Dharmo diubah menjadi Jong Java yang memiliki cita-cita untuk mempersatukan semua penduduk Jawa sehingga menjadi persatuan Jawa Raya.
Perubahan nama Tri Koro Dharmo menjadi Jong Java tersebut dimaksudkan untuk mempermudah kerjasama antara para pemuda pelajar Sunda, Madura, Bali dan Lombok. Dalam kongres tersebut menghasilkan dua keputusan penting tentang ruang lingkup keanggotaan dan nama organisasi serta mengenai kepengurusan. Adanya pendapat yang sama dalam hasil kongres yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah  perubahan nama tersebut, dibutuhkan rasa solidaritas yang tinggi antar anggota, agar tidak terjadi perselisihan diantara anggotanya. Maka Tri Koro Dharmo diubah menjadi Jong Java, yang tidak merubah pendirian mereka untuk menyatukan Jawa Raya, hanya saja nama dari perkumpulan pemuda ini berubah menjadi Jong Java. Kegiatan Jong Java berkisar pada masalah-masalah sosial dan kebudayaan. Misalnya, pemberantasan buta huruf, kepanduan, dan kesenian. Jong Java tidak ikut terjun dalam dunia politik dan tidak pula mencampuri urusan agama tertentu. Anggotanya dilarang menjalankan aktivitas politik atau menjadi anggota partai politik.
Dengan berganti nama menjadi Jong Java organisasi ini mengalami kemajuan dibidang keanggotaannya, namun dalam perkembangannya masih terasa adanya azas kebudayaan Jawa Raya dengan menonjolkan kebudayaan  Jawa Tengah. Tetapi hal tersebut tidak berarti bahwa Jong Java tidak memperhatikan adanya kerja sama dengan organisasi pemuda lain, karena diantara organisasi-organisasi yang ada akan melakukan fusi untuk membentuk suatu persiapan menuju persatuan. Perubahan nama tersebut menunjukkan perubahan yang positif karena perhatiannya akan pentingnya pendidikan, kedudukan wanita, keolahragaan dan kepramukaan agar semakin maju dan berkembang.
Perkembangan Politik di Indonesia tahun 1918-1927
24
Pemulaan abad 20, Indonesia masih diajajah oleh Belanda, namun pada abad tersebut Belanda merubah kebijakan penjajahan. Eksploitasi terhadap Indonesia tetap dilakukan tetapi dengan cara yang berbeda yaitu dengan membuat kebijakan berupa “Politik Etis”. Politik Etis yang dijalankan oleh pihak Belanda sejak awal abad  20, dalam usahanya sebagai balas jasa terhadap bangsa Indonesia yang hanya sebagai kedok untuk memberikan kekayaan terhadap Belanda. Politik Etis dilaksanakan dengan maksud untuk mensejahterakan rakyat Hindia-Belanda yang terdiri dari edukasi, imigrasi dan transmigrasi, namun dalam pelaksanaanya, lebih banyak menguntungkan pihak Belanda sendiri. Selain itu masih berlakunya undang-undang produk Belanda atau yang disebut dengan Regerings Reglement (1854-1926), semakin mempersulit pihak masyarakat pribumi untuk lepas dari pengaruh Belanda. Salah satu pasal dari Regerings Reglement yaitu pasal 111 yang menyebutkan larangan adanya perkumpulan politik atau yang bersifat politik, rapat-rapatpun juga tidak diperbolehkan membicarakan masalah politik. Hal tersebut menjadikan masyarakat maupun para pemudanya tidak mendirikan perkumpulan politik.
Para pemuda Indonesia memang tidak mencampuri urusan politik, karena pihak kolonial masih berpengaruh terhadap kehidupan seluruh masyarakat Hindia-Belanda, bahkan dalam membuat sebuah organisasi harus dalam pengawasan pihak belanda. Aktifitas politik belum begitu berpengaruh terhadap kelompok studi pemuda, namun cita-cita untuk mencapainya sudah ditanamkan, bukan berarti mereka tidak tertarik terhadap aktifitas politik, namun mereka masih mempertimbangkan dengan asas non kooperatif, karena dengan asas tersebut dapat mengancam keberadaan mereka sehingga mereka lebih cenderung bergerak pada aktifitas sosial dan ekonomi.
Organisasi pemuda yang aktif dalam masalah politik adalah justru mereka yang sedang belajar di Belanda yang dinamai dengan Perhimpunan Indonesia (PI), pada awalnya Perhimpunan Indonesia ini bernama Indische  Vereeniging (1908) kemudian berubah menjadi Indonesische Vereeniging (1922). Karena nama dengan memakai bahasa Belanda ternyata kurang mencerminkan rasa kebangsaan Indonesia, maka pada tahun 1924 nama Indonesische Vereeniging diubah menjadi Perhimpunan Indonesia. Tujuan perkumpulan ini adalah untuk mencapai Indonesia merdeka dan berasas non kooperasi. Antara Hatta dan anggota PI yang masih di Belanda saling berhubungan untuk menciptakan kondisi yang labih baik, sehingga pandangan-pandangan PI kepada organisasi-organisais politik di Indonesia bisa dijadikan gambaran untuk merealisasikan pandangan politik dalam menciptakan kemerdekaan. PI ini merupakan gerakan pemuda pelajar yang pertama kali berhasil menggugah kesadaran nasional Indonesia. Ide dari PI ini sangat berpengaruh pada jalannya pergerakan nasional, melalui mendirikan organisasi baru maupun menyebar majalah-majalah PI. Karena status anggota PI sebagai mahasiswa membawa posisi mereka tanpa ikatan sosial politik tertentu dan tidak memiliki kepentingan untuk mempertahankan kedudukan, sehingga mereka tidak khawatir dalam bertindak terang-terangan melawan pemerintah Belanda, organisasi ini juga membuat lambang untuk Indonesia diantaranya merah putih sebagai bendera.
Latar Belakang dan Pandanngan Politik Jong Java tentang Persatuan Indonesia
Berkiprah dalam dunia politik pada tahun-tahun awal berdirinya Jong Java menjadi hal yang belum umum dibicarakan dan dijadikan suatu permasalahan, karena Jong Java pada dasarnya hanyalah suatu perkumpulan para pelajar Jawa yang sedang menuntut ilmu di Jakarta. Mereka berkumpul untuk menciptakan persatuan diantara siswa-siswa Jawa. Bahkan dalam kongres-kongres dari kongres I sampai VI tidak ada masalah mengenai urusan politik.
Namun di tahun 1925 terdapat beberapa masalah mengenai pandangan politik, hal tersebut dibahas saat kongres  ke VII yang diadakan Jong Java di Yogyakarta pada tahun 1925, dalam kongres tersebut Hj.Agus Salim selaku tokoh Sarekat Islam melakuakan pidato mengenai Islam dan Jong Java,  dalam pidato tersebut Samsuridjal selaku ketua kongres tersebut  terpengaruh akan pidato tersebut dan mengajukan dua usul penting, yang pertama adalah anggota-anggota yang berumur lebih dari 18 tahun  diperbolehkan ikut dalam aksi-aksi politik, kedua, agar Jong Java memasukkan programnya memajukan agama Islam. Namun kedua usul terebut ditolak , dan dalam kongres tersebut tetap memutuskan bahawa Jong Java tidak berpolitik dan netral terhadap agama.
Dengan adanya penolakan usul tersebut, maka Sam bersama  para anggota yang menghendaki terjun ke dunia politik dan ingin memajukan agama Islam mendirikan Jong Islamieten Bond (JIB) dan diketuai oleh Samsurijal sendiri. JIB ini mendapat dukungan yang besar dari pemuda Islam yang perannya sangat penting dalam pergerakan pemuda. Hal tersebut membuat pendirian Jong Java agak goyah dan Jong Java mengubaha arahya karena paham Indonesia Raya mulai menjadi tujuan utama dikalangan organisasi maupun para pemuda. Sepertihalnya Jong Java, Jong Islamieten Bond tidak mencampuri politik praktis, namun anggota-anggotanya diperbolehkan ikut serta dalam gerakan politik diluar JIB. Tujuan utama dari JIB adalah memajukan pengetahuan Islam, hidup secara Islam dan persatuan Islam serta anggotanya terbuka bagi semua orang Islam Indonesia, meskipun mengaku tidak bergerak dalam masalh politik namun JIB di bawah pengaruh SI.
Pada tahun 1925 Jong Java mulai terlihat akan pandangan mereka terhadap dunia politik, meskipun hanya dengan mengikuti rapat-rapat politik namun dalam hal tersebut sudah dikatakan ikut serta dalam lapangan politik. Keikutsertaan Jong Java dalam politik mengubah mereka akan pandangannya untuk menyatukan Indonesia dan tidak hanya persatuan akan daerahnya, jadi pengaruh yang ditimbulkan Jong Islamiten Bond menjadi hal positif akan perkembangan Jong Java dan menjadi semangat baru akan perjuangannya menuju persatuan Indonesia.
Untuk berkiprah dalam dunia politik belum menjadi hal umum yang dilakukan onggota Jong Java, karena pada dasarnya mereka hanya sebuah organisasi kedaerahan sehingga untuk masuk dunia politik perlu adanya pertimbangan khusus. Jika JIB merupakan gambaran dari Sarekat Islam, maka Jong Java merupakan gambaran dari Budi Utomo yang sama-sama belum benar-benar berpolitik, beda halnya dengan Sarekat Islam yang secara terang-terangan sudah mendirikan partai politik.
Kesimpulan
Bangkitnya kesadaran nasional di Indonesia ditandai dengan berdirinya organisasi modern seperti Budi Utomo, organisasi ini menjadi pendorong para pelajar muda untuk mendirikan organisasi kepemudaan. Lahirnya Jong Java yang di ilhami dari Budi Utomo menjadi organisasi kepemudaan pertama yang lahir dikalangan pemuda.
Jong Java merupakan organisasi kedaerahan yang merupakan pergantian nama dari Tri Koro Dharmo, perubahan nama tersebut tidak menjadi penghalang akan perkembangan Jong Java, karena bukan tanpa alasan mereka merubah nama juga demi kepentingan bersama, organisasi ini beranggokatan siswa-siswa khususnya yang berasal dari Jawa. Lahirnya Jong Java dijadikan contoh organisasi kedaerahan lainnya yang juga ingin mempersatukan dan berkumpul berdasarkan daerah asal mereka. Jong Java memang organisasi kedaerahan, namun organisasi ini mempunyai cita-cita mempersatukan Indonesia dengan dimulai dari mempersatukan siswa-siswa Jawa terlebih dahulu.
Cita-cita mempersatukan Indonesia sudah bisa dikatakan sebagai langkah awal menuju politik, karena cita-cita dan persatuan nasional sudah menjadi dasar dan tujuan untuk mencapai kemerdekaan. Jong Java pada mulanya hanyalah sebuah organisasi yang mempunyai tujuan untuk mempersatukan pelajar Jawa dan masih bersifat primordialisme, sehingga perkembangannya hanya mencakup Jawa saja. Namun dengan adanya perkembangan cita-cita persatuan Indonesia, Jong Java mulai merubah pandangannya untuk ikut serta dalam politik demi mencapai persatuan. Bergerak dalam dunia politik masih menjadi hal yang belum biasa dilakukan Jong Java, dalam kongres-kongres yang  telah dilakukan Jong Java seperti dalam kongresnya ke V tahun 1922 yang melarang anggota dari Jong Java menjalankan politik.
Sampai dengan adanya PPPI yang membawa pengaruh untuk membujuk Jong Java untuk berfusi dan membentuk organisasi yang lebih besar demi kemajuan dan menentukan nasib akan cita-cita yang diidamkan, dengan diadakannya Kongres Pemuda I yang diprakarsai PPPI menjadi salah satu pembuka pintu untuk melakukan persatuan dari berbagai organisasi yang ada, sedangkan dalam Kongres Pemuda yang ke II mengahasilakn Sumpah Pemuda yang menjadi buah pikir pertama menuju persatuan Indonesia. Pada kongres Jong Java yang ke XI tahun 1928 akhirnya mereka melakukan fusi, jadi dapat dikatakan realisasi dari Sumpah Pemuda adalah fusi dari organisasi-organisasi kepemudaanyang ada.
Jong Java yang saat itu menjadi organisasi besar dan mempunyai pengaruh yang besar pula terhadap perkembangan nasional, maka fusi tersebut menjadi jalan awal untuk membentuk suatu kesatuan dan hasil dari fusi ini salah satunya adalah tercetuskannya Sumpah Pemuda yang mempunyai pengaruh besar atas simbol persatuan bangsa, karena Sumpah Pemuda tersebut merupakan hasil dari pemikiran-pemikiran para pemuda yang sudah terorganisir dan menjadi langkah awal persatuan Indonesia.
Fusi yang dialakukan Jong Java mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan nasionalisme, karena dengan adanya fusi ini Jong Java tidak lagi berjuang sendiri untuk membentuk kesatuan, meskipun Jong Java dengan adanya fusi ini dinyatakan bubar namun tidak serta merta hilang bubar begitu saja, Jong Java tetap meneruskan tujuannya namun  dengan wadah yang berbeda yaitu Indonesia Muda. Aktifitas Jong Java terhadap perkembangannya dapat  di lihat dari keikutsertaannya dalam fusi yang tujuannya unutuk membentuk persatuan Indonesia yang labih megarah ke politik untuk mencapai kemerdekaan dan lepas dari Belanda.
Perkembangan Indonesia Muda juga menjadi perkembangan dari semua organisasi kepemudaan yang telah melebur  menjadi satu seperti Jong Java, tujuan Indonesia Muda mempererat persatuan dukalangan pelajar-pelajar, dan untuk mencapai tujuan ini Indonesia Muda berusaha memajukan rasa saling menghargai dan memelihara persatuan, meskipun para anggota dari Indonesia Muda tidak berpolitik namun itu hanya kedok untuk mempertahankan Indonesia Muda untuk mewuudkan cita-cita persatuan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar